Revitalisasi Hot Gas Path Component (HGPC) PLTG dengan Teknologi Heat Treatment

PLTG dapat beroperasi dengan sangat cepat sehingga sering digunakan sebagai pusat pembangkit untuk beban puncak (peak load). PLTG adalah mesin pembangkit tenaga yang beroperasi pada temperatur dan putaran tinggi, maka didalam PLTG terdapat pengelompokan komponen antara lain kelompok Hot Gas Path Component (HGPC) yakni kelompok komponen yang dilalui gas panas.

Hot Gas Path Component Gas Turbine mempunyai umur pakai (life time) tertentu, namun ada juga yang mengalami penuaan dini (aging accelerated) sehingga relatif banyak komponen bekas pakai yang disimpan di gudang pembangkitan. Untuk tindak lanjut agar komponen tersebut dapat difungsikan kembali perlu dilakukan penelitian yakni rekristalisasi material dengan teknologi Heat treatment dan pengendalian Time, Temperature, dan Transformation (TTT).

Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lamanya perlakuan heat treatment. Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk membuktikan hasil heat treatment yakni pengujian metalografi, dan pengujian mekanik.

Proses Heat treatment dapat mengembalikan struktur mikro material HGPC yang sudah dioperasikan sehingga, hampir menyerupai kondisi material baru. Struktur mikro material tersebutmengalami perbaikan ditandai dengan hilangnya void dibatas butir, pendistribusian karbida secara baik, dan butir mengalami pertumbuhan.

Hasil pengujian mekanis yakni pengujian tarik pada material yang telah diberi perlakuan Heat treatment menunjukan bahwa perlakuan Heat treatment dapat mengembalikan kekuatan mekanik material HGPC yang sudah dioperasikan sehingga, hampir menyerupai kondisi material baru, yakni meningkatkan kembali nilai UTS dan % elongasi. Proses Heat treatment selama 60 menit menghasilkan sifat mekanis yang terbaik.

Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa material HGPC dapat digunakan kembali setelah melalui proses Heat treatment.

Penulis : Ir. Sugiarto, MT, Ir. Putu Wirasangka, MT, Yusuf Rasyid, ST, Ariyana Dwiputra, ST

No. Laporan : 27. LIT. 2010 Tanggal : 21 Desember 2010 Jml. Halaman : 34

Kajian Heat Rate dan Efisiensi Pembangkit Sistem Jawa Bali

Sesuai surat penugasan Direktur Operasi Jawa Bali Nomor 00047/122/DITJB/2009 perihal Pembayaran Komponen C - Penggantian Biaya Bahan Bakar Transaksi Pembangkitan, dimana mulai Januari 2009 PT PLN P3B Jawa Bali telah melakukan merrit-order pembebanan pembangkit sistem Jawa-Madura-Bali berdasarkan Heat Rate yang ditindaklanjuti dengan surat Nomor 01836/122/DITOPJB/2010 tentang Pengujian Heat Rate dan Efisiensi Pembangkit Sistem Jawa Bali, maka PT. PLN (Persero) Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan ditugaskan untuk melakukan penelitian heat rate dan efisiensi pembangkit pada sistem Jawa Bali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa pembangkit thermal serta melihat energy loss pembangkit sistem Jawa Bali. Pada tahap satu ini, penelitian dilakukan pada PLTU Tanjung Jati B Unit 2 berbahan bakar batubara dengan kapasitas 2 x 710 MW. Metodologi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini terdiri dari kajian literatur, survey lapangan, verifikasi peralatan ukur, pengambilan data Performace Test, dan analisa data. Pada pengujian ini batubara yang digunakan berbeda beda nilai kalornya dengan nilai kalor batubara tertinggi sebesar 6,095 kkal/kg (di beban 60%) dan terendah 5,516 kkal/kg (di beban 100%).

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa plant heat rate (PHR) tercapai dengan nilai tertinggi sebesar 2,471.22 kkal/kWh pada beban 60 % dan nilai terendah sebesar 2,385.98 kkal/kWh pada beban 100 %. Turunnya nilai PHR terjadi karena kontribusi dari turbine heat rate (THR) yang relatif lebih besar (3,9%) meskipun terjadi penurunan relatif efisiensi boiler 2,5%.

Meskipun demikian perlu dilakukan pengujian kembali pada beban yang sama dan batubara bernilai kalor yang sama, untuk memperoleh pengaruh nilai kalor batubara terhadap plant heat rate pembangkit.

Penulis : Hamdan H. A, Tiva Winahyu D. H, Nur Cahyo

No. Laporan : 21. LIT. 2010 Tanggal : 30 November 2010 Jml. Halaman : 35

Kajian Hard Coating Pada Material Water Wall Tube

PLTU Tarahan merupakan Pusat Listrik Tenaga Uap yang pertama kali menggunakan teknologi Boiler Circulating Fluidized Bed (CFB). Boiler merupakan peralatan yang sangat penting pada Pusat Listrik Tenaga Uap karena boiler berfungsi untuk mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi panas atau thermal. Pada saat pelaksanaan uji keandalan unit selama 30 hari secara terus-menerus, pada hari ke 26, telah terjadi kegagalan pada sub system boiler CFB berupa bocornya waterwall tube. Kebocoran terjadi akibat dari keausan erosi oleh material bed, yang terdiri dari pasir kuarsa, batu bara, limestone dan udara yang berada di ruang bakar dengan temperatur sekitar 850o C, sehingga tube mengalami penipisan dan sampai ketebalan kritis tidak mampu lagi memikul beban tekanan kerja media air/uap dari dalam tube.

Salah satu metoda untuk mengatasi kebocoran yang disebabkan oleh erosi dan penipisan tersebut adalah dengan teknik hard coating yaitu memberikan lapisan keras pada permukaan material dasar sehingga diharapkan waktu tejadi penipisan bisa diperpanjang. Adapun material coating yang dipilih adalah Cromium (Cr).

Pada penelitian ini dilakukan eksperimen dengan beberapa parameter yang digunakan sehingga diharapkan akan diperoleh hasil terbaik. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sudut penembakan, dan tebal coating. Sebelum dilakukan proses coating, pada sampel dilakukan metal blasting yakni proses pembersihan pada tube untuk menghilangkan kerak-kerak yang menempel. Selanjutnya dilakukan proses bonding yakni proses perekatan antara material dasar dan material coating yang dilanjutkan dengan penembakan material coating. Sudut penembakan coating yang digunakan adalah 200 dan 900 sedangkan tebal coating yang diharapkan adalah 500 µm, 600 µm, dan 700 µm.

Pengujian-pengujian yang dilakukan untuk membuktikan hasil coating yakni pengujian metalografi, kekerasan, keausan, kekasaran. Hasil pengujian metalografi pada material dasar menunjukan fasa ferit-perlit dan terdapat porositas permukaan hasil metal blasting, pada material hasil bonding menunjukan bahwa pada umumnya adanya porositas antara base material dan lapisan bonding, dan pada material hasil coating pada umumnya menunjukan lapisan coating tersebar merata dan terdapat porositas. Hasil uji kekerasan menunjukan bahwa dengan dilakukan teknik coating dapat meningkatkan kekerasan permukaan yang mencapai tiga kali lebih besar dari nilai kekerasan base material yakni kekerasan awal material adalah 131 HV sedangkan kekerasan material hasil coating adalah + 476 HV.

Dari parameter pengujian kekerasan, kekasaran dan keausan dapat disarankan bahwa proses coating material pada sudut tembak coating 20˚ dengan ketebalan 600 µm akan memiliki umur tube yang lebih lama dan memiliki tingkat ketahanan erosi paling baik pada kondisi operasi yang sama karena nilai kekerasan, kekasaran dan laju keausan yang paling baik.

Penulis : Ir. Sugiarto, MT, Ir. Wisana Prabu, Ir. Putu Wirasangka, MT, Ariyana Dwiputra, ST.

No. Laporan : 20. LIT. 2010 Tanggal : 30 November 2010 Jml. Halaman : 66

Kajian Pemanfaatan Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane/CBM) Sebagai Bahan Bakar Satuan Pembangkit Diesel

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menekankan bauran energi yang direncanakan dari tahun 2006 untuk batu bara 16% menjadi 33% pada tahun 2025, mempunyai konsekuensi bahwa penggunaan batu bara harus ditingkatkan sebagai sumber energi primer antara lain gasifikasi batu bara dan pemanfaatan Coal Bed Methane (CBM). Konversi dari BBM ke bahan bakar gas (gas alam) telah dilaksanakan pada beberapa Satuan Pembangkit Diesel (SPD) yang dimiliki PLN diantaranya PLTD Payo Selincah 6 x 5.218 kW. Sementara itu karakteristik CBM banyak kemiripan dengan gas alam pada umumnya. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan dilaksanakan kajian secara teoritis tentang kemungkinan pemanfaatan CBM sebagai bahan bakar Satuan Pembangkit Disel (SPD).

Pada penelitian ini kajian hanya dilaksanakan secara teoritis dengan mempelajari penggunaan bahan bakar (gas alam) pada pembangkit existing. Dari spesifikasi gas CBM dicoba dikorelasikan dengan spesifikasi gas alam untuk diterapkan pada pembangkit diesel (SPD).

Secara teoritis gas methana batubara dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel mengingat adanya kemiripan karakteristik antara gas methana batubara dan gas alam. Dibandingkan dengan gas alam, gas methana batubara memiliki keunggulan sifat thermodinamika seperti methane number dan nilai kalor yang lebih tinggi dan kestabilan pembakaran. Pemakaian gas metana batubara pada mesin diesel membutuhkan modifikasi dan penambahan peralatan seperti sistem dual fuel HSD-Gas alam antara lain penggantian speed governer dan pemasangan gas valve (SOGAV), gas manifold, explosion relief valve, electromagnetic gas admission control, electronic speed controler, engine gas train. Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang kajian pemanfaatan gas methana batubara sebagai bahan bakar mesin diesel perlu dilaksanakan kajian lebih lanjut meliputi : simulasi pembakaran dengan bantuan perangkat lunak Computational Fluid Dynamics dan pengujian langsung menggunakan bahan bakar gas methana batubara pada mesin diesel skala kecil.

Penulis : Ir. Putu Wirasangka, MT, Ir. Agus Yogianto, MT, Ir. S. Budi Mulyana, Almas Apriliana

No. Laporan : 19. LIT. 2010 Tanggal : 30 November 2010 Jml. Halaman : 25

Kajian Kualitas Spare Part Bucket Non OEM Pembangkit Listrik Tenaga Gas

Bucket turbin gas mempunyai kemampuan menahan temperatur sampai 1500°C. Material yang umum dipakai untuk turbin gas bucket adalah: nickel-base superalloys atau cobalt based super alloy. Material tersebut tahan pada temperatur tinggi diatas 1000 °C (bahkan hingga 1450 °C ), dan sangat dipengaruhi oleh kondisi coating, cooling dan sealing. Dari beberapa unit pembangkit turbin gas yang berada di PLN pada umumnya biaya pemeliharaan berkisar 10 % dari biaya operasi. Biaya ini akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan umur pembangkit. Salah satu issue penting dalam pemeliharaan adalah mahalnya biaya spare part Original Equipment Manufacture (OEM) khusus untuk material bucket. Adapun alat yang dipakai untuk mengetahui strukturmikro adalah Replika tester. Dari hasil kajian pengujian secara strukturmikro terhadap bucket turbin gas di tiga lokasi unit pembangkit PLN setelah dilakukan evaluasi dan analisa berdasarkan standarERA Technology dan literatur dapat disimpulkan bahwa sampel bucket turbin NON OEM kondisi baru mesin Alsthom PLTG Paya Pasir hasil morpologi strukturmikro mengindikasikan adanya creep void pada batas butir, kemungkinan kondisi ini mencerminkan bahwa material tersebut sudah pernah digunakan. Pada sampel bucket turbin OEM kondisi bekas mesin Siemens PLTG Belawan, hasil morpologi strukturmikro mengindikasikan adanya carbide island, kondisi tersebut mencerminkan bahwa ma terial bucket telah digunakan dalam waktu yang relatif lama. Pada sample bucket rekondisi turbin OEM kondisi bekas mesin Alsthom PLTG Tello, hasil morpologi strukturmikro mengindikasikan adanya carbide island dan gama prame. Kondisi ini mencerminkan bahwa material bucket telah digunakan dalam waktu lama dan pernah mengalami over heating. Sebelum penggunaan bucket Non OEM, OEM dan bucket hasil rekondisi sebaiknya dilakukan quality control secara Non Destructive Test (NDT) selanjutnya interval waktu inspeksi didalam pemeliharaan agar diperhatikan.

Penulis : S. Budi Mulyana, ST, Ir. Sugiarto, MT, Harianto, ST, Almas Apriliana

No. Laporan : 18. LIT. 2010 Tanggal : 30 November 2010 Jml. Halaman : 28